Sebagai Provinsi yang relatif baru dibanding daerah lain, Pembentukan Provinsi Maluku Utara sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 dan pembentukan beberapa Kabupaten/Kota yang berada didalamnya, menimbulkan situasi yang rentan terhadap munculnya klaim batas wilayah antar kabupaten/kota. Hal ini disebabkan karena syarat batas daerah sebagai persyaratan utama pada saat usul pembentukan Derah Otonom Baru (DOB) yang lalu, khusunya DOB Kabupaten/kota pada saat itu, tidak dipenuhi secara baik. Hal ini mengakibatkan lampiran Peta Undang-Undang Pembentukan DOB hanya bersifat sktetsa saja, padahal standard baku sebuah lampiran peta Undang-Undang, haruslah memiliki titik-titik koordinat batas yang terekam pada Kementerian Dalam Negeri dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Persoalan polemik batas daerah di Provinsi Maluku Utara memang menjadi persoalan lama yang sangat menggangu jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Betapa tidak, sejumlah masalah/dampak bermunculan diakibatkan oleh sengketa batas daerah antara Kabupaten/kota, antara lain ; munculnya potensi kerawanan terhadap ketentraman dan ketertiban, hubungan antar kelompok masyarakat yang tidak harmonis, pelayanan publik yang terganggu, alokasi anggaran pembangunan yang tidak tersalurkan dengan baik serta munculnya dualisme penyelenggaraan pemerintahan. Kesemua ini menjadi persoalan serius dan berkepanjangan manakala penanganannya tidak secara tuntas.
Menyadari kondisi tersebut, Bapak Wakil Gubernur Maluku Utara yang merupakan Ketua Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Maluku Utara, secara serius menyikapi persoalan ini. Hal ini terbukti dari 8 (delapan) segmen batas yang bermasalah, Provinsi Maluku Utara telah menyelesaikan 5 (lima) segmen batas dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Batas Wilayah Adminsitrasi Pemerintahan. Pada Data Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (BAK) KEMENDAGRI, Provinsi Maluku Utara menempati salah satu daerah yang tingkat penyelesaian persoalan batasnya tertinggi yakni diatas 70 %.
Baru-baru ini, pada tanggal 11 Oktober 2016, Wakil Gubernur Maluku Utara melanjutkan penyelesaian persoalan sengketa batas antara Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Utara yakni status Desa Tuakara dan Batas Desa Roko. Penyelesaian ini dengan mempertemukan kedua Pemerintah Daerah yang diwakili langsung oleh Bupati Halmahera Barat dan Bupati Halmahera Utara beserta seluruh jajaranya. Penyelesaian sengketa Batas ini secara formal mengacu pada kaidah Permendagri Nomor 76 Tahun 2012. Hasilnya tertuang dalam Berita acara kespekatan yang ditandatangani oleh kedua Bupati dan diketahui oleh Wakil Gubernur Maluku Utara, dan ditargetkan akan diputuskan secara final pada tanggal 25 Oktober 2016 pada pertemuan berikutnya.
Poin-poin hasil kesepakatan tersebut antara lain :
(fiqgovmalut)
© MediaCenter MalutProv